Moeldoko Sebut BPIP ada TWK Mereka tidak Lolos, Mantan Jubir KPK: Pengajar Kebangsaan Sespim tidak Lolos TWK

31 Mei 2021, 05:53 WIB
Pegiat Antikorupsi sekaligus eks Juru Bicara KPK Febri Diansyah. /Antara/Benardy Ferdiansyah/

WARTA LOMBOK - Mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah secara tegas mengatakan bahwa tes wawasan kebangsaan penuh dengan kejanggalan.

Hal ini berkaitan dengan informasi Giri Suprapdiono, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK yang dinyatakan tidak lolos tes kebangsaan dan terancam dicopot dari lembaga antikorupsi. Febri menyebutkan kalau sosok giri adalah salah satu pejabat KPK yang cakap.

“Desember 2020 menerima penghargaan Makarta Bhakti Nagari award. Lulusan terbaik pelatihan kepemimpinan nasional II angkatan XVII di LAN,” ujarnya Febri, seperti dilansir wartalombok.com dari akun twitternya @febridiansyah, Sabtu 20 Mei 2021.

Baca Juga: Kapolda Metro Jaya Gelar Silaturahmi dengan Pemuda-Pemudi Papua di Jakarta Timur

Dia menjelaskan bahwa Giri sudah mengabdi di KPK sejak 2005 dan menerima sejumlah penghargaan, menjadi narasumber tentang wawasan kebangsaan dan antikorupsi di Sekolah Komando Angkatan Darat (Seskoad), Sekolah Pimpinan (Sespim) Polri, serta di Badan Intelijen Negara (BIN) dan Institut Teknologi Bandung (ITB).

“Sekarang ia masuk list 75, dikabarkan tidak lolos tes kebangsaaan, terancam disingkirkan dari KPK karena tes kebangsaan kontroversial,” tuturnya.

Semantara itu Mantan Anggota Ombudsman, Alamsyah Saragih, mengatakan bahwa tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menjadi syarat alih status pegawai KPK banyak menyimpan masalah. Alamsyah menemukan setidaknya ada tiga masalah berkaitan pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) kepada pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.

“Satu, masalah relevansi pertanyaan-pertanyaan itu, materi Kedua, metode. Ketiga, kompetensi asesor,” kata Alamsyah.

Baca Juga: Isu Perselingkuhan Shahruk Khan Dengan Priyanka Chopra Kembali Mencuat dan Trending Topik Indonesia

Diketahui sebelumnya, Kepala Staf Presiden, Moeldoko angkat bicara terkait polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) kepada pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sejumlah pihak menganggap tes tersebut sebagai upaya pelemahan lembaga antirasuah itu. Moeldoko meminta pandangan tersebut dihentikan.

"Sebaiknya kita sudahilah energi negatif dan praduga yang tidak konstruktif terhadap KPK," ujar Moeldoko dalam keterangan resmi, Rabu 26 Mei 2021.

Sebelumnya TWK dilakukan sebagai syarat peralihan status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun, sejumlah pegawai dinyatakan tidak lulus tes tersebut.

Moeldoko bilang TWK sebagai bentuk dari penguatan wawasan kebangsaan setiap pegawai pemerintah. Oleh karena itu, perlu untuk dilakukan di setiap instansi pemerintah.

Baca Juga: Kapal KM Karya Indah Terbakar, Personel Gabungan Berhasil Evakuasi Korban

Bekas Panglima TNI itu menyebut tidak lolosnya seseorang dalam TWK juga disampaikan terjadi di lembaga lain. Oleh karena itu, kasus di KPK dinilai tidak perlu diperpanjang.

"Bahkan di BPIP, juga ada begitu TWK, mereka tidak lolos. Kenapa itu tidak ribut? Kenapa yang KPK begitu diributkan," terang Moeldoko.

Mengenai mekanisme TWK, Moeldoko bilang perlu untuk disusun dengan lebih baik. Ia mengusulkan untuk melibatkan berbagai organisasi masyarakat termasuk Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah.

Alamsyah mengungkapkan semula dirinya tidak menyangka TWK akan menjadi satu parameter untuk migrasi pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Berdasarkan pengalamannya ketika bertugas di Ombudsman dalam menyusun jenjang jabatan asisten pemeriksa, tes psikologi untuk kompetensi manajerial memiliki instrumen yang banyak dan alat ukurnya sudah teruji.

Baca Juga: Diduga Meteor, Ini Penjelasan LAPAN Soal Kilatan Cahaya di Gunung Merapi

"Sehingga saya tidak meragukan. Kalibrasi sudah makin akurat, cukup presisi,” katanya

Namun, kata Alamsyah, TWK memiliki beberapa referensi. Salah satunya indeks moderasi bernegara (IMB) yang biasa digunakan dalam rekrutmen TNI AD.

Ia pun mencontohkan salah satu polemik yang pernah mencuat, yaitu seorang taruna yang diisukan memiliki paham radikalisme.

Namun, taruna tersebut lolos rekrutmen karena nilai IMB-nya dianggap bagus.

Dalam TWK pegawai KPK, BKN juga melakukan profiling. Alamsyah menilai profiling tersebut tidak adil. Ia mempertanyakan model apa yang digunakan untuk melakukan profiling seribuan pegawai.

Baca Juga: Kasus Korupsi Lahan di Cipayung, KPK Buka Peluang Panggil Anies Baswedan

“Apakah semua harus diperlakukan sama? Tidak. Ada yang didatangi aparat tertentu, dicek rumahnya. Apakah 1.000 orang dicek? Tidak mungkin. Ini kan sudah jadi pertanyaan tentang metode, valid atau enggak, bias kepentingan atau enggak,” ujarnya.***

Editor: Mamiq Alki

Sumber: Twitter Febri Diansyah

Tags

Terkini

Terpopuler