Dimanfaatkan Militer, YouTube Menghapus 5 saluran TV Myanmar yang Dikelola Militer dari Platform Media Sosial

6 Maret 2021, 08:33 WIB
Ilustrasi kudeta di Myanmar./ /Reuters/Stringer

WARTA LOMBOK - YouTube Alphabet Inc telah menghapus lima saluran jaringan televisi Myanmar yang dikelola militer yang dihosting di platformnya setelah kudeta di negara Asia Tenggara itu.

"Kami telah menghentikan sejumlah saluran dan menghapus beberapa video dari YouTube sesuai dengan pedoman komunitas kami dan hukum yang berlaku," kata juru bicara YouTube dalam sebuah pernyataan seperti yang dilansir wartalombok.com dari Daily Sabah pada Jumat, 5 Maret 2021.

Dari saluran yang diturunkan termasuk jaringan negara, Radio dan Televisi Myanma (MRTV) serta Varietas Myawaddy Media (MWD) milik militer dan MWD Myanmar, kata YouTube.

Baca Juga: Kudeta Myanmar Semakin Membabi Buta, Pasukan Keamanan Menggerebek Kantor Masyarakat Layanan Pemakaman Gratis

Pemindahan mereka terjadi selama pekan paling berdarah sejauh ini dari protes anti-kudeta, dengan 38 orang tewas pada Rabu.

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, ketika pasukan keamanan mencoba untuk menghancurkan unjuk rasa dan menggunakan peluru tajam di beberapa daerah.

Kita ketahui Militer merebut kekuasaan pada 1 Februari, menuduh penipuan massal di bulan November bahwa pemenang pemilu adalah pemerintah Aung San Suu Kyi.

Dari komisi pemilihan mengatakan pemungutan suara itu adil, tetapi militer telah menggunakan media untuk membuat kasusnya dan membenarkan pengambilalihan tersebut.

Dengan itu halaman MRTV dilarang oleh Facebook pada Februari lalu, sementara itu sebelumnya melarang Myawaddy pada tahun 2018, ketika melarang panglima militer Min Aung Hlaing yang sekarang penguasa militer dan lebih dari selusin perwira dan organisasi senior lainnya di platform tersebut.

Baca Juga: Selandia Baru Kembali Menangkap 2 orang Pelaku, Karena Mengancam Masjid di Christchurch

Facebook sekarang telah melarang semua halaman yang terkait dengan tentara Myanmar dan juga dilarang oleh junta pada bulan Februari lalu.

Platform media sosial lainnya juga bergulat dengan cara memoderasi konten militer dan maraknya ujaran kebencian dan informasi yang salah di Myanmar.

Dari Reuters melaporkan pada hari Kamis, bahwa tentara dan polisi Myanmar menggunakan TikTok untuk menyampaikan ancaman pembunuhan kepada pengunjuk rasa.

Para peneliti mengatakan bahwa setelah larangan Facebook, militer mencoba membangun kehadirannya di platform lain.

YouTube telah menghadapi kritik dari para peneliti dan kelompok masyarakat sipil karena pendekatan yang relatif lepas tangan selama pemungutan suara Myanmar 8 November lalu.

Tinjauan Reuters juga menemukan lusinan saluran yang dihosting di YouTube yang telah mempromosikan informasi yang salah tentang pemilu sambil menyamar sebagai outlet berita atau program politik.

Baca Juga: Militer Myanmar Menggunakan Persenjataan Represi Digital Secara Brutal untuk Mengintai

Google mengatakan pada bulan Desember pihaknya telah menghentikan 34 saluran YouTube setelah penyelidikan terhadap operasi pengaruh terkoordinasi yang terkait dengan Myanmar.***

Editor: Mamiq Alki

Sumber: Dailysabah

Tags

Terkini

Terpopuler