Baca Juga: Selandia Baru Kembali Menangkap 2 orang Pelaku, Karena Mengancam Masjid di Christchurch
Facebook sekarang telah melarang semua halaman yang terkait dengan tentara Myanmar dan juga dilarang oleh junta pada bulan Februari lalu.
Platform media sosial lainnya juga bergulat dengan cara memoderasi konten militer dan maraknya ujaran kebencian dan informasi yang salah di Myanmar.
Dari Reuters melaporkan pada hari Kamis, bahwa tentara dan polisi Myanmar menggunakan TikTok untuk menyampaikan ancaman pembunuhan kepada pengunjuk rasa.
Para peneliti mengatakan bahwa setelah larangan Facebook, militer mencoba membangun kehadirannya di platform lain.
YouTube telah menghadapi kritik dari para peneliti dan kelompok masyarakat sipil karena pendekatan yang relatif lepas tangan selama pemungutan suara Myanmar 8 November lalu.
Tinjauan Reuters juga menemukan lusinan saluran yang dihosting di YouTube yang telah mempromosikan informasi yang salah tentang pemilu sambil menyamar sebagai outlet berita atau program politik.
Baca Juga: Militer Myanmar Menggunakan Persenjataan Represi Digital Secara Brutal untuk Mengintai
Google mengatakan pada bulan Desember pihaknya telah menghentikan 34 saluran YouTube setelah penyelidikan terhadap operasi pengaruh terkoordinasi yang terkait dengan Myanmar.***