Tranplantasi Tinja Bisa Digunakan Sebagai Pengobatan Kanker, dan Diabetes Tipe 2 Berdasarkan Penelitian

- 6 Februari 2021, 20:33 WIB
Ilustrasi/ Hasil penelitian mengungkapkan bahwa transplantasi tinja (feses) bisa digunakan untuk melawan kanker dan diabetes tipe 2
Ilustrasi/ Hasil penelitian mengungkapkan bahwa transplantasi tinja (feses) bisa digunakan untuk melawan kanker dan diabetes tipe 2 /Pixabay/scotth23

WARTA LOMBOK - Transplantasi tinja sebelumnya sudah dipelajari sebagai pengobatan untuk infeksi usus besar dan diabetes tipe 2, juga dapat membantu tubuh melawan kanker, menurut penelitian baru yang didanai pemerintah AS. 

Dalam uji klinis kecil, beberapa pasien dengan kanker stadium lanjut yang menerima transplantasi mulai merespons pengobatan yang tidak berhasil sebelumnya, yang menstabilkan atau mengecilkan tumor mereka. 

Tujuan dari transplantasi tinja adalah feses donor untuk mengatur ulang mikrobioma usus seseorang. 

Baca Juga: 9 Alasan Ilmiah Mengapa Anda Harus Minum Kopi Hitam Setiap Hari

Mikrobioma pada usus membantu tubuh mengatur segala hal mulai dari metabolisme hingga sistem kekebalan yang berfungsi dengan baik. 

Dan mikrobioma yang tidak seimbang dianggap menyebabkan atau meningkatkan risiko masalah kesehatan, seperti diabetes, penyakit radang usus, dan infeksi tertentu. 

Saat ini, transplantasi mikrobiota tinja (FMT) dianggap pengobatan yang efektif untuk infeksi saluran cerna berulang yang disebabkan oleh Clostridioides difficile

Studi baru ini dipimpin oleh para peneliti di Pusat Kanker Hillman University of Pittsburgh Medical Center, serta ilmuwan dari National Cancer Institute. 

Hasil perkembangan, FMT sebagai semacam pendorong untuk pengobatan imunoterapi kanker baru lainnya. 

Beberapa peneliti berteori bahwa pengaturan ulang mikrobioma usus pasien ini juga akan membuat tumor ini menjadi rentan terhadap imunoterapi. 

“Terapi kanker seringkali mengandalkan stimulasi respon imun anti tumor, meningkatkan kemungkinan bahwa mikrobiota usus dapat mempengaruhi respon pengatur terhadap terapi kanker melalui sistem imun,” ujar Giorgio Trinchieri, kepala Laboratory of Integrative Cancer Immunology di NCI's Center untuk Cancer Research seperti dilansir Warta Lombok.com dari Gizmodo. 

Baca Juga: Manfaat Tidur Siang Terbukti Baik Untuk Kesehatan, Diantaranya Mengurangi Ketegangan Fisik dan Mental

Peneliti UPMC merawat 15 pasien dengan melanoma stadium lanjut, paling mematikan dari kanker kulit. 

Pasien ini menerima transplantasi dari pasien lain dengan melanoma stadium lanjut yang telah merespon terapi. Setelah itu, enam dari 15 pasien mulai merespons pengobatan. 

Pada satu pasien, tumor pada pasien terus menyusut selama lebih dari dua tahun dan semakin menyusut, sementara empat lainnya kankernya sudah stabil, tanpa tanda-tanda perkembangan penyakit selama setidaknya lebih dari setahun. 

“Pada pasien ini, tumor berkembang pesat dan harapan hidup pendek,” kata Trinchieri. 

“Penyakit yang stabil dan penyusutan tumor akan menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kelangsungan hidup dan kualitas hidup pasien dan dapat mengakibatkan kelangsungan hidup jangka panjang dan, dalam beberapa kasus, menyembuhkan", jelasnya. 

Baik mikrobioma usus dan sistem kekebalan pasien ini juga menunjukkan tanda-tanda perubahan yang menguntungkan setelah transplantasi sehingga memungkinkan respons yang lebih baik terhadap terapi dan transplantasi itu sendiri dapat ditoleransi dengan baik. 

Meskipun imunoterapi kemungkinan besar menyebabkan efek samping ringan pada beberapa pasien, termasuk kelelahan. Temuan ini dipublikasikan dalam jurnal Science, Kamis 4 Februari 2021. 

Baca Juga: Gejala Menopause dan Apa yang Perlu Dipahami Wanita Tentang Menstruasi

Studi tersebut, menurut Trinchieri, adalah salah satu yang pertama menunjukkan bahwa mengubah mikrobioma usus dapat meningkatkan respons seseorang terhadap imunoterapi. 

Penelitian tim dan yang lainnya mulai mengidentifikasi jenis bakteri yang paling mungkin meningkatkan respons imunoterapi serta pasien yang paling mungkin mendapat manfaat dari transplantasi. 

Mereka juga melacak pasien yang menanggapi FMT, saat menggunakan kotoran mereka yang disumbangkan untuk penelitian lain. 

Di masa depan, teknik transplantasi ini membutuhkan kolonoskopi yang mungkin bisa didapatkan hanya dengan menggunakan pil yang mengandung bakteri, menurut Trinchieri.

Untungnya, beberapa penelitian sudah mengeksplorasi metode itu, serta menggunakan FMT untuk jenis kanker lainnya.*** 

Editor: Herry Iswandi

Sumber: Gizmodo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah