Sebelum Islam Datang, Berikut 4 Jenis Pernikahan di Masa Jahiliyah

1 Oktober 2021, 18:12 WIB
Ilustrasi/Ada empat jenis pernikahan di masa jahiliyah sebelum Islam datang merubahnya. /PIXABAY/Muhammad Afwan

WARTA LOMBOK - Pernikahan merupakan salah satu sunnah nabi Muhammad SAW yang dianjurkan untuk senantiasa dikerjakan oleh setiap umatnya.

Pasalnya, banyak sekali kelebihan bagi seseorang yang telah menikah, hal itu pun telah banyak sekali penjelasan yang telah disampaikan oleh baginda Rasulullah SAW.

Salah satu contoh kelebihan bagi seseorang yang telah menikah adalah sebagaimana sabda beliau:

Baca Juga: 7 Ciri-ciri Penghuni Surga Firdaus, Salah Satunya Menjaga Amanah

“Shalat sunnah dua rakaat ketika sudah menikah seumpama shalat sunnah 70 rakaat ketika lajang.” 

Imam Bukhari meriwayatkan melalui istri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, Aisyah radhiyaallahu anha, bahwa pada masa jahiliyah, dikenal empat jenis pernikahan.

Pertama, pernikahan sebagaimana berlaku kini, dimulai dengan pinangan kepada orang tua atau wali, membayar mahar dan menikah.

Kedua, adalah seorang suami yang memerintahkan kepada istrinya apabila telah suci dari haid untuk menikah (berhubungan seks) dengan seseorang, dan bila ia telah hamil, maka ia kembali untuk digauli suaminya; ini dilakukan guna mendapat keturunan yang baik.

Ketiga, sekelompok lelaki kurang dari sepuluh orang, kesemuanya menggauli seorang wanita, dan bila ia hamil kemudian melahirkan, ia memanggil seluruh anggota kelompok tersebut kemudian menunjuk salah seorang yang dikehendakinya untuk dinisbahkan kepadanya nama anak itu, dan yang bersangkutan tidak boleh mengelak.

Baca Juga: Rahasia Menjadi Rendah Hati Menurut Syekh Abdul Qadir Jailani

Keempat, hubungan seks yang dilakukan oleh wanita tuna susila, yang memasang bendera atau tanda di pintu-pintu kediaman mereka dan "bercampur" dengan siapa pun yang suka kepadanya.

Kemudian datanglah agama Islam yang kemudian melarang cara perkawinan tersebut kecuali cara yang pertama.

Setelah risalah Islam datang dibawa Nabi Muhammad, perempuan mendapat tempat terhormat dan meningkatkan perannya di ruang publik.

Syariat pernikahan disampaikan oleh Nabi untuk menjaga dan melindungi jiwa dan raga perempuan serta martabatnya.

Hubungan Nabi Muhammad dengan istri-istrinya adalah hubungan yang sungguh terhormat dan agung, seperti dalam keterangan Umar bin Al-Khathab, dan contoh semacam itu banyak dijumpai dalam sejarah kehidupan beliau.

Semua itu akan menjadi contoh yang berbicara sendiri, bahwa belum ada seorang pun yang dapat menghormati wanita seperti yang pernah dilakukan Nabi Muhammad.

Baca Juga: Tidur Setelah Isya dengan Niat Hindari Dosa Akan Mendapat Pahala Meski Tidak Bangun Shalat Tahajud

Belum ada seorang pun yang dapat mengangkat martabat wanita ke tempat yang layak seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Allah berfirman: "Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya." (QS An-Nisaa': 3)

"Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS An-Nisaa': 129)

Ayat-ayat ini turun pada akhir-akhir tahun kedelapan Hijrah, setelah Rasulullah menikah dengan semua istrinya, maksudnya untuk membatasi jumlah istri itu sampai empat orang, sementara sebelum turun ayat tersebut pembatasan tidak ada.

Baca Juga: Niat Ketika Hendak Memulai Berbisnis yang Benar Sesuai Ajaran Islam

Ini juga yang telah menggugurkan perkataan sebagian orang, bahwa Rasulullah membolehkan untuk dirinya sendiri dan melarang untuk orang lain.

Kemudian turun ayat yang memperkuat diutamakannya satu istri dan menganjurkan demikian karena dikhawatirkan takkan berlaku adil, dengan penekanan bahwa berlaku adil itu tidak akan disanggupi.***

Editor: Herry Iswandi

Sumber: nu.or.id

Tags

Terkini

Terpopuler