WAJIB DIPELAJARI! Syariat Puasa Sebelum Ummat Nabi Muhammad SAW, Bersyukurlah Kita Lebih Ringan

- 25 Maret 2022, 14:29 WIB
Ilustrasi Al-Aqsa dahulu
Ilustrasi Al-Aqsa dahulu /PIXABAY/wavemovies

WARTA LOMBOK – Syariat puasa ini kita  ketahui juga diperintahkan kepada umat-umat sebelum kita. Al-Quranul Karim secara eksplisit menyebutkan bahwa kita wajib berpuasa sebagaimana dahulu puasa itu diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita.

Merujuk firman Allah dalam Al-Quran bahwa puasa juga diwajibkan pada ummat terdahulu atau sebelum ummat Nabi Muhammad SAW.

Dikutip wartalombok.com dari buku Sejarah Puasa, berikut puasa yag dilakukan ummat terdahulu beserta dalilnya.

Baca Juga: Sejarah Puasa Ramadhan Beserta Dalil Kewajiban Melaksanakannya Bagi Muslim Beriman

Baca Juga: Balika Vadhu 25 Maret 2022, MENGHARUKAN! Niranjan Sedih Memikirkan Nandu, Jagdish dan Gangga Bermesraan

كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ

Sebagaiman telah diwajibkan kepada umat sebelummu. (QS Al-Baqarah : 183).

Dan di dalam keterangan Al-Quran atau pun hadits nabawi,  kita menemukan beberapa keterangan tentang ritual puasa pada nabi-nabi terdahulu atau agama-agama samawi sebelumnya.

Yang pertama kali berpuasa di bulan Ramadhan adalah Nabi Nuh Alaihissalam, yaitu ketika dia keluar dari bahteranya. Mujahid berkata bahwa telah tegas pertanyaan dari Allah SWT bahwa setiap umat telah ditetapkan untuk berpuasa Ramadhan, dan sebelum masa Nabi Nuh sudah ada umat manusia.

Di masa lalu, ibadah puasa telah Allah syariatkan kepada Nabi Daud Alaihissalam dan umatnya. Mereka diwajibkan melaksanakan ibadah puasa untuk seumur hidup, dengan setiap dua hari sekali berselang-seling. Sedang kita hanya diwajibkan puasa satu bulan saja dalam setahun, yaitu bulan Ramadhan.

Puasa Daud ini disyariatkan lewat beberapa hadits Rasulullah SAW, yang artinya:

Dari Abdullah bin Amru radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Shalat (sunnah) yang paling dicintai oleh Allah adalah shalat (seperti) Nabi Daud as. Dan puasa (sunnah) yang paling dicintai Allah adalah puasa (seperti) Nabi Daud Alaihissalam. Beliau tidur separuh malam, lalu shalat sepertiganya dan tidur seperenamnya lagi. Beliau puasa sehari dan berbuka sehari. (HR. Bukhari).

Selain itu juga ada hadits lainnya yang menegaskan pensyariatan puasa Daud yang artinya:

Dari Ibnu Umar radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Puasalah sehari dan berbukalah sehari. Itu adalah puasanya nabi Daud as dan itu adalah puasa yang paling utama. Aku menjawab, "Aku mampu lebih dari itu". Nabi SAW bersabda, "Tidak ada lagi yang lebih utama dari itu". (HR Bukhari).

Baca Juga: Sinopsis Balika Vadhu: ASIK! Hardik dan Gulli Pulang dari Bulan Madu, Niranjan Tinggal di Rumah Nenek Kalyani

Bagi kita umat Nabi Muhammad SAW, puasa seperti Nabi Daud ini tidak diwajibkan. Beliau SAW hanya menjadikan puasa ini sebagai puasa sunnah.

Puasa juga Allah SWT syariatkan kepada Maryam, wanita  suci yang mengandung bayi Nabi Isa Alaihissalam. Hal itu bisa kita baca di dalam Al-Quranul Karim, bahkan ada surat khusus yang diberi nama surat Maryam.

Namun bentuk atau tata cara puasa yang dilakukan Maryam bukan sekedar tidak makan atau tidak minum, lebih dari itu, syariatnya menyebutkan untuk tidak boleh berbicara kepada manusia.

فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنسِيًّا

Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini."(QS. Maryam: 26).

Dan karena sedang berpuasa yang tidak membolehkan makan, minum dan berbicara itulah maka ketika ditanya tentang siapa ayah dari putra yang ada di gendongannya, Maryam saat itu tidak menjawab dengan perkataan. Maryam hanya menunjuk kepada Nabi Isa, anaknya itu, lalu Nabi Isa yang masih bayi itu pun menjawab semua pertanyaan kaumnya.

يَا أُخْتَ هَارُونَ مَا كَانَ أَبُوكِ امْرَأَ سَوْءٍ وَمَا كَانَتْ أُمُّكِ بَغِيًّا فَأَشَارَتْ إِلَيْهِ قَالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَن كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا  قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا

Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina", maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: "Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?" Berkata Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. (QS. Maryam : 28-30).

Baca Juga: Aurat Wanita Muslimah di Depan Mahram Menurut 4 Madzhab, Berikut Penjelasan Lengkapnya

Puasa untuk umat Yahudi bermakna menahankan diri keseluruhannya dari makanan dan minuman, termasuk dari meminum air. Menggosok gigi diharamkan pada puasa hari besar Yom Kippur dan Tisha B'Av, tetapi dibenarkan pada puasa hari kecil.

Dalam teknis puasa mereka juga disebutkan bahwa memakan obat pada umumnya tidak dibenarkan, kecuali bila ada rekomendasi dari dokter. Umat Yahudi yang mengamalkan ritual ini, berpuasa sampai enam hari dalam satu tahun. Demikian, semoga bermanfaat.***

Editor: Muhamad Ilham

Sumber: Buku Sejarah Puasa


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah