Sinetron Suara Hati Istri juga memperlihatkan kekerasan psikis berupa bentakan dan makian dari pemeran pria.
Selain kekerasan psikis berupa bentakan dan makian, sinetron itu juga memperlihatkan pemaksaan melakukan hubungan seksual.
Adegan yang terdapat dalam sinetron Suara Hati Istri dinilai mempromosikan kekerasan psikis dan seksual terhadap anak.
Kekerasan psikis dan seksual terhadap anak merupakan hal yang bertentangan dengan Pasal 66 C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Tayangan sinetron tersebut dianggap dapat mempengaruhi masyarakat untuk melakukan perkawinan usia anak, kekerasan seksual, dan TPPO.
Karena pada tayangan sinetron itu diceritakan bahwa Zahra sebagai pemeran utama dinikahkan dengan alasan untuk membayar hutang keluarganya.
Selain itu, sinetron Suara Hati Istri juga akan mempengaruhi kondisi psikologis masyarakat dan menimbulkan Toxic Masculinity secara tidak langsung.
Hal tersebut akan membangun konstruksi sosial di masyarakat bahwa pria identik dengan kekerasan, agresif secara seksual, dan merendahkan perempuan.
Baca Juga: BPKH Pastikan Dana Jemaah Aman, Muhammadiyah Dukung Kebijakan Pemerintah Tiadakan Ibadah Haji 2021