Berapa Hutang Puasa Anda Tahun Ini? Berikut Cara dan Waktu Mengqadha’nya Serta Dalil-dalinya

21 April 2022, 21:40 WIB
Ilustrasi orang berdoa disaat puasa Ramadhan /PIXABAY/mohamed_hassan

WARTA LOMBOK – Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam yang wajib kita laksanakan.

Adapun dalam melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, ada beberapa kreteria orang yang tidak mampu atau boleh tidak melakukannya. Kapankah waktu mengqadha’ puasa tersebut?

Dikutip wartalombok.com dari buku Hukum mengqadha’ puasa Ramadhan, berikut penjelasan kapan waktu beserta dalil-dalilnya.

Baca Juga: Sinopsis Sufiyana, Nilam Meminta Maaf Pada Saltanat Atas Semua Kelakuannya, Zarun Pergi Meninggalkan Rumah

Baca Juga: Sinopsis Sufiyana, Bersyukur! Zarun Akhirnya Berhasil Menyelamatkan Saltanat dari Maut, Kaynat Jatuh ke Jurang

Ketahuilah wahai sauadaraku seiman, mudah-mudahan Allah memberikan pemahaman agama kepada kita bahwasanya mengqadha' puasa Ramadhan tidak wajib dilakukan segera, kewajibannya dengan jangka waktu yang luas berdasarkan satu riwayat dari Sayyidah Aisyah RA yang artinya: “Aku punya hutang puasa Ramadhan dan tiak bisa mengqadha'nya kecuali di bulan Sya'ban" (Hadits Riwayat Bukhari 4/166, Muslim 1146,).

Berkata Al-Hafidz di dalam Al-Fath 4/191 : "Dalam hadits ini sebagai dalil atas bolehnya mengakhirkan qadha' Ramadhan secara mutlak, baik karena udzur ataupun tidak".

Sudah diketahui dengan jelas bahwa bersegera dalam mengqadha' lebih baik daripada mengakhirkannya, karena masuk dalam keumuman dalil yang menunjukkan untuk bersegera dalam berbuat baik dan tidak menunda-nunda, hal ini didasarkan ayat dalam Al-Qur'an yang artinya: “Bersegeralah kalian untuk mendapatkan ampunan dari Rabb kalian" (Ali Imran : 133).

Firman Allah yang artinya “Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan- kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya" (Al- Mu'minuun : 61).

Tidak wajib berturut-turut dalam mengqadha' karena ingin menyamakan dengan sifat penunaiannya.

Berdasarkan firman Allah pada surah Al-Baqarah ayat 185 yang artinya: “Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari- hari yang lain".

Ulama telah sepakat bahwa barangsiapa yang wafat dan punya hutang shalat, maka walinya apalagi orang lain tidak bisa mengqadha'nya.

Begitu pula orang yang tidak mampu puasa, tidak boleh dipuasakan oleh anaknya selama dia hidup, tapi dia harus mengeluarkan makanan setiap harinya untuk seorang miskin, sebagaimana yang dilakukan Anas dalam satu atsar yang kami bawakan tadi.

Baca Juga: Saham dan Pengguna NETFLIX Menurun! Memasukkan Iklan Pada Opsi Berlangganan Mungkin Akan Jadi Solusi

Namun barangsiapa yang wafat dalam keadaan mempunyai hutang nadzar puasa, harus dipuasakan oleh walinya berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang artinya: "Barangsiapa yang wafat dan mempunyai hutang puasa nadzar hendaknya diganti oleh walinya" (Bukhari 4/168, Muslim 1147).

Dan dari Ibnu Abbas RA, ia berkata : "Datang seseorang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian berkata : "Ya Rasulullah, sesungguhnya ibuku wafat dan dia punya hutang puasa setahun, apakah aku harus membayarnya?" Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab : "Ya, hutang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar" (Bukhari 4/168, Muslim 1148).

Tetapi hadits-hadits umum ini dikhususkan, seorang wali tidak puasa untuk mayit kecuali dalam puasa nadzar, demikian pendapat Imam Ahmad seperti yang terdapat dalam Masa'il Imam Ahmad riwayat Abu Dawud halaman 96 dia berkata : Aku mendengar Ahmad bin Hambal berkata : "Tidak berpuasa atas mayit kecuali puasa nadzar". Abu Dawud berkata, "Puasa Ramadhan ?". Beliau menjawab, "Memberi makan".

Inilah yang menenangkan jiwa, melapangkan dan mendinginkan hati, dikuatkan pula oleh pemahaman dalil karena memakai seluruh hadits yang ada tanpa menolak satu haditspun dengan pemahaman yang selamat khususnya hadits yang pertama.

Aisyah tidak memahami hadits-hadits tersebut secara mutlak yang mencakup puasa Ramadhan dan lainnya, tetapi dia berpendapat untuk memberi makan (fidyah) sebagai pengganti orang yang tidak puasa Ramadhan, padahal beliau adalah perawi hadits tersebut, dengan dalil riwayat Ammarah bahwasanya ibunya wafat dan punya hutang puasa Ramadhan kemudian dia berkata kepada Aisyah : "Apakah aku harus mengqadha' puasanya ?" Aisyah menjawab : "Tidak, tetapi bersedekahlah untuknya, setiap harinya setengah gantang untuk setiap muslim".

Diriwayatkan Thahawi dalam Musykilat Atsar 3/142, Ibnu Hazm dalam Al- Muhalla 7/4, ini lafadz dalam Al-Muhalla, dengan sanad sahih.

Baca Juga: Ternyata Pernikahan Khadijah dengan Nabi Muhammad Berawal Dari Sini, Sangat Menakjubkan

Sudah disepakati bahwa rawi hadits lebih tahu makna riwayat hadits yang ia riwayatkan. Yang berpendapat seperti ini pula adalah Hibrul Ummah Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu, beliau berkata : "Jika salah seorang dari kalian sakit di bulan Ramadhan kemudian wafat sebelum sempat puasa, dibayarkan fidyah dan tidak perlu qadha', kalau punya hutang nadzar diqadha' oleh walinya" Diriwayatkan Abu Dawud dengan sanad shahih dan Ibnu Hazm dalam Al- Muhalla 7/7, beliau menshahihkan sanadnya.

Sudah maklum bahwa Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma adalah periwayatan hadits kedua, lebih khusus lagi beliau adalah perawi hadits yang menegaskan bahwa wali berpuasa untuk mayit puasa nadzar. Sa'ad bin Ubadah minta fatwa kepada Nabi SAW " Ibuku wafat dan beliau punya hutang puasa nadzar?" Beliau bersabda : "Qadha'lah untuknya". Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim serta lainnya.

Perincian seperti ini sesuai dengan kaidah ushul syari'at sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Qayyim dalam I'lamul Muwaqi'in dan ditambahkan lagi penjelasannya dalam Tahdzibu Sunan Abi Dawud 3/279-282. (Wajib) atasmu untuk membacanya karena sangat penting. Barangsiapa yang wafat dan punya hutang puasa nadzar dibolehkan diqadha' oleh beberapa orang sesuai dengan jumlah hutangnya.

Al-Hasan berkata : "Kalau yang mempuasakannya tiga puluh orang seorangnya berpuasa satu hari diperbolehkan" (Bukhari 4/112 secara mu'allaq, dimaushulkan oleh Daruquthni dalam Kitabul Mudabbij, dishahihkan sanadnya oleh Syaikhuna Al-Albany dalam Mukhtashar Shahih Bukhari 1/58).

Diperbolehkan juga memberi makan kalau walinya mengumpulkan orang miskin sesuai dengan hutangnya, kemudian mengenyangkan mereka, demikian perbuatan Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu. Wallahu A’lam.***

Editor: Muhamad Ilham

Sumber: Buku Hukum mengqadha’ puasa Ramadhan

Tags

Terkini

Terpopuler