Baca Juga: Ujian Nasional (UN) Diganti Asesmen Nasional, Agar Mengurangi Beban dan Stres Siswa dan Orang Tua
Ia menjelaskan kepada para pelaku usaha, UU Cipta Kerja merevisi sekitar 80 UUlain yang telah ada, sebagai upaya memperbaiki kepastian hukum, menyelaraskan UU, dan menyederhanakan semua aktivitas bisnis termasuk prosedur investasi.
Masalah isu lingkungan, kata dia, pasal 22 UU Cipta Kerja tetap mengharuskan penanam modal melakukan analisis dampak lingkungan (AMDAL) sebelum mendapat izin usaha.
Selain itu, pasal ini juga mengharuskan penanam modal menyediakan pendanaan rehabilitasi lingkungan yang akan dialokasikan untuk merehabilitasi alam dari dampak berat akibat proyek investasi.
Baca Juga: Kasus Virus Korona di Indonesia per 11 Oktober 2020, Naik Jadi 333.449 Orang
Pasal 36 UU Cipta Kerja juga dijelaskan, isinya memegang nilai strategis dari hutan tropis untuk melawan perubahan iklim, degradasi ekosistem dan kepunahan hayati.
Mahendra Siregar menuturkan, Omnibus Law juga mengubah UU Nomor 31/1999 untuk memasukkan penginderaan jauh tingkat lanjut sebagai dasar untuk menetapkan batas hutan yang akan membantu mencapai tindakan yang lebih baik dalam mitigasi perubahan iklim.
Sementara pada isu ketenagakerjaan, dia menyebut penting untuk diklarifikasi terutama bagi perusahaan-perusahaan AS yang menghadiri pertemuan tersebut.
Baca Juga: Sekelompok Orang Bersenjata Menembak Ulama Sunni, Diperkirakan Akan Memicu Konflik Sektarian
Ia menegaskan, pasal 81 Omnibus Law memastikan jam kerja yang layak dengan tetap memberlakukan pembatasan seperti yang tertulis dalam pasal 77 UU Nomor 13/2003, yakni tidak melebihi 48 jam per pekan dan dimandatkan oleh Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO).