Arti Pentingnya Bermazhab Beserta Penjelasan Lengkap Berdasarkan Keterangan Para Ulama

- 28 Februari 2021, 14:20 WIB
Ilustrasi/ Penjelasan arti pentingnya bermazhab berdasarkan penjelasan para ulama.
Ilustrasi/ Penjelasan arti pentingnya bermazhab berdasarkan penjelasan para ulama. /Pixabay/Furkan Dere

Baca Juga: Fenomena Puasa Ramadhan Dua Kali dalam Setahun Kembali Terjadi di Tahun 2030

Sehingga yang disebut tidak bermadzhab (al-la- madzhabiyah) ialah tidak mengikutinya orang awam atau orang-orang yang tidak mencapai kemampuan ijtihad, kepada mujtahid manapun, baik secara tetap maupun tidak tetap.

Menurut al-Amidi, bahwa sejak zaman sahabat dan tabi’in, orang-orang awam selalu bertanya masalah hukum agama (Islam) kepada para ulama mujtahiddi waktu itu dan para ulama mujtahid tersebut memberikan jawaban-jawaban (fatwa) kepada orang awam yang bertanya tanpa menyebut dalil-dalil yang dipakai dasar fatwanya.

Ulama-ulama pada waktu itu tidak menentang cara yang demikian. Kenyataan ini dapat dipandang sebagai Ijma’ (kesepakatan) mereka, bahwa orang awam boleh mengikuti fatwa ulama meskipun dia tidak mengetahuai dalil-dalil yang dipakainya sebagai dasar fatwa tersebut.

Dalam pola bermadzhab, akan selalu melibatkan dua pihak, yakni pihak yang diikuti pendapatnya, atau diikuti hasil ijtihadnya, mereka adalah para Mujtahid (orang-orang yang mampu dan memenuhi syarat-syarat berijtihad), dengan berbagai macam tingkatannya.

Baca Juga: Mengenal Imam Maturidi, Pelopor Madzhab yang Menggunakan Metode Moderat dan Jalan Tengah

Sementara pihak yang mengikuti pendapat atau hasil ijtihad para Mujtahid, mereka adalah orang-orang awam yang tidak mempunyai keahlian bidang agama, mereka justru mayoritas masyarakat muslim di mana-mana.

Pada umumnya mereka perlu mengetahui masalah-masalah praktis dalam menjalankan amaliyah agamanya. Mereka memerlukan penjelasan singkat, praktis dan tidak memerlukan waktu yang lama.

Mereka mengikuti orang lain yang diyakininya sebagai orang yang dapat dipercaya, dan layak dijadikan panutan. Mereka tidak bertanya tentang dalil, dasar, dan alasan-alasannya.

Mengikuti fatwa atau pendapat orang lain tanpa mempertanyakan dalil, dasar, atau alasannya disebut dengan Taqlid.

Halaman:

Editor: Herry Iswandi

Sumber: Buku Konsep Mayoritas Ahlussunnah wal Jamaah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah